Senin, 26 Januari 2015

That Moment When..

23 Januari 2015, 17.00

Tinggal menghitung hari, kakak kedua saya akan melangsungkan pernikahan, pernikahan yang fenomenal, sebuah royal wedding yang amat di nantikan. Kenapa? Karena ceritanya amat panjang dan bukan itu intinya tulisan ini. Intinya adalah perasaan saya saat ini, kenapa harus perasaan saya? Karena ini blog saya jadi terserah saya dong.

Jadi bagaimana perasaan saya? Eum.. saya merasa degdegan. Kenapa? Padahal bukan saya yang akan menikah, tapi saya begitu ingin agar pernikahan ini segera di laksanakan. Mungkin karena pernikahan ini adalah kebahagian buat kakak saya, buat mamah dan babah saya, dan buat kita semua. Penantian panjang yang berakhir, dan segera di mulai perjalanan baru, awal dari kehidupan baru. Saya begitu antusias!

Tapi di sisi lain, saya merasa sedih. Kenapa? Tadi katanya bahagia kok sekarang sedih? Saya sedih. Karena itu berarti, kakak saya akan memiliki sebuah kehidupan baru bersama anggota keluarga yang baru. Dia akan di bawa pergi bersama suaminya dan tinggal di tempat lain. Kamu tahu, saya akan banyak merasakan kehilangan. Dulu, ketika kakak pertama saya menikah pun begitu, tapi dulu saya belum paham, barulah beberapa bulan, beberapa tahun kemudian setelahnya, saya merasa amat kehilangan dan saya merasa amat merindukannya. Dan perasaan itu akan kembali saya alami, saya tahu karena saya sudah paham, saya merasa sedih sekarang. Sedih sekali. Sungguh. Saya juga merasa bahagia sekarang. Bahagia sekali. Sungguh. Saya berharap sedih ini akan berlalu dengan cepat dan bahagia ini akan menjadi selamanya. *nangis*


26 Januari 2015, 14.17

[[Tulisan di atas saya tulis ketika di Bis dalam perjalanan menuju Cipanas, karena beberapa kondisi saya tidak dapat melanjutkannya jadi saya lanjutin sekarang yah]]

Pernikahan berjalan dengan amat syahdu, amat lancar, dan amat mengharukan. Kakak saya begitu cantik hari itu, dan saya sangat bahagia melihatnya begitu cantik, sama cantiknya seperti pengantin kakak pertama saya dulu. Mungkin cantiknya itu karena bahagia yang teramat besar dari hatinya, sayapun amat bahagia sampai-sampai saya susah tidur semalaman, entahlah mungkin gugup. Padahal calon pengantinnya mah nyenyak.

Akhirnya, semua keluarga menangis ketika berlangsungnya akad. Akad nikah memang selalu mengharukan, akad dan sungkeman. Air mata tidak bisa di tahan dan selalu pecah jika kedua acara itu di langsungkan. Tapi saya tidak. Iya, saya padahal orang yang gampang sekali nangis, tapi saya tidak menangis. Sebenernya sudah sakit tenggorokan, tapi saya sok sibuk ambil foto sana sini, saya tidak mau menangis disana. Bukan karena saya takut make up luntur, tapi karena saya tidak mau menangis di hadapan mereka. Beberapa hal membuat saya ingin menangis, tapi beberapa hal memaksa saya untuk tidak melakukannya. Saya tidak mau menangis disana.

Hari yang di nantikan memang sudah berlalu, hanya satu hari, hanya satu hari yang di butuhkan untuk mendapatkan sesuatu dan kehilangan sesuatu. Hari yang melahkan memang, dimana bukan perasaan saja yang campur aduk, tapi badan juga. Saya tepar semalaman dan bangun besok paginya dengan perasaan yang masih campur aduk. Dan kali ini lain, ini lebih banyak sedihnya di banding bahagianya. Perasaan saya benar-benar tidak enak, sedih, lemes, dan saya murung seharian. Saya merasa kehilangan sesuatu, saya takut. Mamah pikir saya kelelahan, mungkin, memang, saya lelah tapi juga lebih sedih. Saya murung, lalu tiba-tiba menangis, bukan menangis, tapi ada air mata yang keluar dari kedua bola mata saya dan perasaan saya sungguh tidak baik. Saya ingin pergi keluar, tapi hujan. Saya ingin menangis tapi tidak mungkin. Perasaan saya semakin memburuk ketika menyadari besok pagi buta saya harus balik ke Bekasi, kenyataan itu selalu membuat mood saya memburuk. Semakin murung. Mungkin saya terkena hypophrenia.

Saya berangkat ke bekasi pukul 02.30 dini hari, membawa beban yang terasa sangat berat di hati saya. Hingga sampai di Bekasi, beban itu sudah sampai di tenggorokan. Semua orang mengira saya capek. Padahal saya tidak capek, saya sedih. Ketika seorang bersedih, rasa capek tidak berarti apa-apa. Dan saya tidak tahan untuk mengeluarkan beban itu di dalam hati saya, saya menangis juga akhirnya. Saya menangisi untuk proses akad kemarin, saya menangisi untuk proses sungkem yang mengarukan itu, saya menangis untuk kebahagian kakak saya, saya menangis untuk kesedihan yang saya takutkan selama ini, saya menangis untuk adik saya yang belum paham apa-apa, saya ingin menangis sepuas-puasnya walau saya tahu sebanyak apapun air mata yang saya keluarkan tidak akan mengganti kesedihan ini tapi setidaknya air mata ini untuk mengganti tangisan yang seharusnya pecah disana. Semua orang mengira saya tidur. Padahal saya tidak tidur, saya menangis. Ketika seorang menangis karena bersedih, tangisannya akan lebih diam seperti doa.


Dan sekarangggg saatnya menerima kenyataan bawha kakak saya sudah menikah, saya punya kakak ipar baru, kami punya anggota keluarga baru, saudara saya bertambah banyak, kakak saya akan di bawa suaminya entah kemana, saya tidak boleh berantem lagi dengan kakak saya, kami tidak bisa saling pinjem baju sembarangan lagi, dan masih banyak beberapa hal lainnya yang berubah, dan beberapa hal lainnya menjadi terbatas. Saya akan sangat merindukan dia :')


Tidak ada komentar:

Posting Komentar