Masa kecil memang masa yang menyenangkan. Tapi tidak semuanya, beberapa membuat hati saya sakit ketika mengingatnya. Saya mengalami masa yang berbeda pada waktu yang bersamaan ketika itu, masa berjaya dan masa suram. Dan ketika itu adalah ketika saya usia 7-15 tahun.
Usia itu
kan lagi rajin-rajinnya saya sekolah sambil mengaji di sebuah pesantren di
kampung saya. Dan ketika itu saya lebih menyukai sekolah dari pada mengaji.
Kenapa? Karena di sekolah saya lebih berjaya ketimbang di pegajian.
Di
sekolah saya punya banyak sekali teman-teman yang baik yang membuat masa
kecil saya berarti. Bahkan saya punya lebih dari 10 orang bestfried
ever!! Saya pernah menjadi ketua kelas, dan saya suka sekali main bola dan
kami membentuk tim yang jago sekali, yang selalu menang melawan siapapun. Saya
jago main loncat tinggi/karet, sondah, odok-odokan, galah dan saya tidak
jago main bola bekles.
Saya juga selalu juara 1 atau 2
selama kelas 1 s.d kelas 6, bersaing dengan salah satu bestfriend saya dan
itu membuat saya menjadi salah satu murid yang dekat dengan guru dan itu sangat
menyenangkan. Dari kelas 3 sampai kelas 6 SD saya menjadi pengibar bendera yang
tidak pernah tergantikan. Saya populer sekali dan di sukai banyak teman cowok
saya *ehmm.
Saya
aktif mengikuti lomba ini itu dan waktu kelas 5 saya menjadi murid teladan
mewakili sekolah saya berlomba di kecamatan, ya walaupun mendapat juara 7 tapi
saya bangga sekali.
Cukup!
Terlalu banyak masa kejayaan
saya ketika saya sekolah yang sebetulnya ingin saya certiakan tapi tidak harus.
Tapi di pengajian, saya sangat
menyedihkan. Saya tidak punya teman dan saya tidak mendapatkan sikap yang baik
dari teman-teman saya. Saya bahkan mengalami yang namanya di bully. Kenapa?
Saya tidak tahu. Entah apa yang salah dari diri saya. Apakah saya jarang
mengaji? Atau saya popular di sekolah?
Ketika saya sekolah dan ketika
saya mengaji, saya mengalami hal yang sangat berbeda. Saya benci sekali
mengaji, membuat saya malas pergi mengaji dan lebih bersemangat sekolah. Saya
sering di marahi mamah, di ceramahi ini itu. Padahal bukan mengajinya yang buat
saya malas, tapi lingkungannya.
Saya tidak suka sendiri di
keramaian, haish.
Saya tidak suka sikap judes
orang lain kepada saya.
Saya tidak suka di bentak di
pelototin.
Saya tidak suka di di cubit
cubit dan di pukul dengan sapu, sakit sekali.
Saya tidak suka kalau kitab saya di sembunyikan di tempat paling tinggi sehingga saya menangis karena tidak bisa mengambilnya. Dan tidak ada yang membantu saya.
Saya tidak suka sandal saya di
lempar jauh dan di sembunyikan entah dimana.
Saya tidak suka mendengar orang
lain membicarakan saya sampai mulutnya berbentuk jelek sekali.
Saya tidak suka di labrak oleh
lebih dari 5 orang.
Saya tidak suka mereka berbuat
demikian terhadap saya.
What the fvck!
Gara-garanya, saya jarang pergi
mengaji hingga akhirnya berhenti mengaji di pesantren pada kelas 1 SMP, padahal ada yang sampai menikahpun masih mengaji di sana. Itu membuat saya goblok dalam ilmu tajwid, tauhid, fiqih, doa, dll.
Saya hanya bisa membaca al quran tapi tidak faham ilmunya. Itu karena saya
tidak pergi mengaji, dan itu karena saya sakit hati. Dan saya sungguh
menyesalkan itu sekarang. Saya sedih.. huft
Seperti kata orang, menyesali
yang telah terjadi tiada gunanya. Jadi sebisa mungkin saya membiasakan saja.
Bukan sok baik atau sok suci, tapi saya sungguh tidak mebenci mereka yang telah
berbuat sedemikan buruk kepada saya. Saya menganggap itu hal biasa yang terjadi
di kalangan anak-anak walaupun saya tau mereka jauh lebih berumur ketimbang
saya.
Sekarang saya sudah besar, kami
sudah tidak lagi bersikap seperti itu lagi. Saya bekerja di luar kota dan sejak berhenti mengaji saya sudah jarang sekali dan hampir tidak pernah bertemu dengan mereka. Beberapa kali mungkin pernah bertemu, tapi semua berbeda. Ada yang pura-pura tidak mengenal saya, ada yang senyum saja, ada yang
sok akrab menanyakan kabar dll, seolah-olah dari dulu dia sungguh mencintai
saya. Hehe.
Dan saya sendiri, saya tipikal orang yang malu-malu dan ngikut saja. Jadi saya lebih memilih cuek saja, ikut senyum, dan ikut tanya kabar denganmeriah. Saya sungguh tidak mempermasalahkan kejadian dulu lagi, walaupun ketika saya
mengingat, ada sakit di hati saya tapi tidak apa-apa. Saya lebih sakit jika seandainya
sampai sebesar ini saya masih di bully.
Saya ingin menjalin
silaturahmi yang akrab dengan mereka, karena bagaimanpun mereka adalah teman
seperjuangan saya ketika mengaji. Saya tidak ingin kami terus seperti sekarang,
kaku dan pura-pura tidak mengenal. Saya tidak ingin mengenal orang karena mempunyai sebuah kenangan buruk dengannya. Bukan kah kita tumbuh menjadi dewasa agar
dapat bersikap lebih baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar