Rabu, 03 Januari 2018

Based on a True Story

Dalam hidup kita terkadang mengalami masa-masa dimana kita menginginkan suatu perubahan, merasa jenuh dengan kehidupan yang saat ini di jalani yang hanya gitu-gitu aja, kita pasti menginginkan kulitas hidup yang lebih baik dan kita pun berusaha untuk itu. Mungkin tujuan hidup kita berbeda, jalan yang kita tempuh pun berbeda, tapi saya yakin kita mengarah kepada 1 hal yang sama, yaitu bahagia. Saya selalu ingin bahagia, tidak terpaku harus seperti apa hidup saya tapi saya ingin merasa bahagia menjalani hidup seperti apapun likunya. Lalu hal seperti apa yang bisa membahagiakan saya?

Saya sudah hidup 25 tahun lamanya, yah meskipun belum lama-lama banget, tapi selama saya hidup saya banyak sekali belajar. Mengerti akan sesuatu yang dulu pernah di nasihatkan orang tua kepada saya, tapi dulu itu saya masih melihat orang tua adalah sosok yang cerewet dan sok ngatur. Kenyataannya terbalik, sekarang saya melihat orang tua saya itu sangat pengertian dan semua kecerewetannya itu adalah karena mereka tidak mau saya bertemu dengan kesalahan. Kamu akan berfikir ini adalah tulisan klasik yang sudah banyak di ceritakan orang, tapi tulisan ini bukan saya tulis berdasarkan cerita orang melainkan atas kenyataan saya sendiri. Saya mulai sering berfikir andai waktu bisa di putar kembali, suatu andai-andai yang dulu sering saya dengar dari mulut orang dewasa. Sekarang keluar dari mulut saya sendiri, dari hati saya sendiri.



Tapi sebanyak apapun kata-kata itu saya ucapkan tidak akan sedetikpun waktu berbalik mundur. Hal terbaik yang bisa saya lakukan adalah memperbaikinya sekarang juga, detik ini juga. jangan sampai penyesalan ini bertambah, jangan sampai saya tidak punya kesempatan, jangan menambah kesalahan.

Selama ini saya mencari sendiri seperti apa hidup bahagia yang saya idam-idamkan, apakah dengan memiliki semua yang saya inginkan? Ya. Memiliki semua yang saya ingin kan memang membuat saya bahagia. Punya baju baru terus, sepatu baru yang bagus, makanan enak terus, tapi semua itu tidak di dukung dengan kondisi keuangan saya yang terbatas, Karena itu ketika saya tidak dapat memiliki baju dan sepatu baru yang bagus, kemudian saya bersedih. Sejak saat itu saya meyakini bahwa bahagiasaya  tidak berdasarkan dengan sesuatu barang yang saya kumpulkan. Bagaimana kalau saya memiliki banyak uang yang cukup untuk membahagiakan diri saya dengan cara itu? Mungkin saya akan bahagia juga. Tapi bahagia hanya saat membelinya saja. Karena pada kenyataannya, baju baju yang saya beli pun tidak banyak yang terpakai. Hanya memenuhi lemari saja. Sepatu saya taruh di kolong kasur sampai membusuk. Tas hanya menggantung jadi sarang nyamuk. Itu bukan bahagia yang membahagiakan saya, saya tidak perlu bahagia karena hal itu.

Jalan-jalan bersama banyak teman, nongkrong sana nongkrong sini juga adalah salah satu hal yang membahagiakan, bagi sebagian orang. Saya pun senang jika saya memiliki waktu itu bersama beberapa teman-teman saya. Tapi masalahnya saya tidak punya banyak teman. saya bukannya tidak mau berteman dengan banyak orang tapi menurut saya teman bukan di ukur dari seberapa banyaknya tapi seberapa manfaatnya. Teman-teman bilang saya adalah teman yang netral bagi mereka. Jadi ketika mereka sedang bermasalah dengan temannya, mereka mendatangi saya. Begitulah. Tidak masalah buat saya, justru dengan begitu saya jadi tahu caranya mencari teman. Saya tidak perlu memiliki teman yang baik di depan saja, teman yang menjadi parasit, teman yang kalau ada perlunya saja, jujur saya bukan tipe orang yang bisa berpura-pura menyukai seseorang. Jika saya tidak suka dengan orang, saya tidak bisa berpura-pura jadi baik di depan mereka. Mungkin itu yang membuat orang tidak nyaman berteman dengan saya. Tapi saya bersyukur dengan sikap saya yang demikian, itu membuat saya hanya memiliki teman-teman yang tulus. Teman yang membuat saya bisa bertemu dengan mereka tanpa perlu berpura-pura menjadi apapun. Teman itu bukan jumlah, tapi kualitas. Dan saya tidak bahagia dengan jumlah teman yang banyak tapi hanya membuat saya banyak berfikir yang tidak-tidak, saya tidak perlu bahagia dengan hal itu.

Memiliki pekerjaan impian yang bergaji selangit apakah bisa membuat bahagia? Fikiran itu pernah terlintas berkali-kali di fikiran saya. Apalagi dulu sekali saya sangat tidak suka dengan pekerjaan saya. Rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau. Tapi semakin besar hak yang di dapatkan maka semakin besar jawab yang harus di tanggung. Apakah saya mampu menanggung semua itu? bahkan saya tidak pernah berpengalaman memiliki gaji selangit :)) Kalau gaji selangit bisa membuat orang bahagia mungkin tidak akan ada koruptor, tidak akan ada orang jahat di dunia ini. Orang kaya bisa jadi jahat, orang miskin bisa terpaksa jadi jahat. Dan bahagia tidak mungkin menyebabkan seseorang menjadi jahat. Saya tidak tidak perlu bahagia karena hal itu.

Apakah bahagia akan datang bersama dengan seseorang yang saya cintai ada di samping saya? Ya. Memiliki seseorang untuk berbagi suka dan duka akan sangat menyenangkan, apalagi orang itu adalah sosok yang di idam-idamkan, sholeh dan pengertian. Pasti enak ya *ngiler*. Tapi sayangnya saya belum mencoba cara bahagia yang satu ini hehehe.

Karena pada akhirnya bahagia itu kita sendiri yang ciptakan, sebanyak apapun teman yang kita miliki, setinggi langit apa materi yang kita miliki, sehebat apa pasangan kita nanti, tergantung bagaimana kita menikmati semua itu. Kemudian saya lelah dengan mencari kebahagiaan yang tidak kunjung hakiki, apakah ada yang salah dengan hidup saya? Atau saya sendiri yang salah? Saya terombang ambing dalam kehampaan, saya seperti tidak tau apa tujuan hidup saya sampai "malam itu" mengubah saya. Suatu kejadian di malam hari yang menyadarkan sesuatu kepada saya bahwa kebahagiaan yang tidak kunjung hakiki adalah karena cara hidup saya yang salah. Kemudian saya bertekad, saya berfikir untuk berubah dan mentata kembali hidup saya yang selama ini saya jalani. Tidak semuanya di ubah, hanya beberapa hal yang harus di perbaiki, yang akan berdampak besar dalam hidup saya saat ini. Saya pikir saya sudah melihat setitik bahagia yang hakiki, titik itu semakin lama semakin besar dan terang. Satu titik terang yang telah membahagiakan saya saat ini, memberikan saya tujuan, bagaimana kemudian kalau titik itu semakin terang dan memenuhi hidup saya?


Silahkan kemana-mana saya akan lanjutkan ceritanya lain kali.

3 komentar:

  1. Hai fit, apa kabar? udah lama saya gak komen di sini, keliatanya makin hari kamu makin menemukan arah hidup dan makin agamis juga yah... saya kebalikannya. makin hari saya makin gak jelas. tp sebentar saya mau cerita dulu, pas saya nulis ini sambil mikir, saya megang kantong baju saya, pas saya raba raba kok keras ya? saya kira isinya nota atau kertas catetan kecuci gitu, eh ternyata ada duit 70rb dan saya bahagia hahaha... bahagianya lumayan.
    ngomong ngomong soal bahagia tadi malem 2 temen SMA saya pada nginep di rumah, mereka dateng malem terus di rumah gak ada apa apa, cuma ada mie satu satunya yang saya rencanain buat sarapan pagi. malem itu baru jam 11, tp udah berasa malem banget... kami udah dalam keadaan "pewe" di posisi kami masing masing, padahal pas jaman kuliah jam segitu saya sama temen temen biasanya baru mulai perjalanan kemana aja gak jelas, kami ngobrol sedikit tentang itu dan obrolan kami membuat kami merenung tapi perut yang lapar membangkitkan kami renungan itu dan kami putuskan malam itu untuk cari makan walaupun sedikit hujan gerimis... tapi ini cerita kok gak ada hubungannya dengan bahagia ya... ya udah saya ngomongin yang laen ya.

    nah tentang arah hidup saya yang tidak jelas ini, akhir akhir ini saya sering mikir apa lagi yang mesti saya jadikan tujuan sekarang, hidup isinya kerja aja, tiap libur tiduran dan males malesan, rasanya waktu libur itu sempit banget... gak kayak dulu setiap ada waktu senggang pasti aja dapet pengalaman baru, gini ya rasanya jadi semakin tua, waktu libur itu pengennya tiduran aja di rumah... liatin IG, scroll scroll... liatin story orang yang liburan... kayaknya bahagia gitu. bentar saya mau jum'atan dulu, nanti saya komen lagi :D

    BalasHapus
  2. "bahagia" saat ini kayaknya jadi makin blur ya... saya makin skeptis sama itu, setelah sosial media jadi semakin menggila, dulu saya juga gila sosial media sih... sedikit banyak saya tau gimana rasanya menjadi gila kayak orang orang sekarang, tp saya bertanya tanya, apa dulu saya segila orang orang sekarang juga? apa dulu juga saya pura pura bahagia untuk keperluan posting di sosmed? tp dulu saya gila sama orang orang yang buat saya nyaman, itu saya rasa bahagia yang cukup hakiki, maksudnya bisa kumpul, ngobrol, ketawa, ledek ledekan... bahagia kan?
    menurut saya sih bahagia itu emang gak ada yang bertahan dalam jangka lama, sama kayak sedih, marah, sakit, dan lain lainnya... yah gitu lah yang dinamakan "berpasang pasangan", jadi istilah "bahagia selama lamanya" sangat tidak mungkin. yang mungkin itu "bahagia yang dominan" tp gak enak yah istilahnya? kalo ditulis di cerpen jadinya (akhirnya sang putri dan pangeran pun hidup bahagia yang dominan)
    ah... pengennya mah cerita banyak tp baru ngetik dikit kepotong lagi sama kerjaan, kepotong yang ngajak ngobrol... euhhhhhh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hi Om, alhamdulillah nih kabar makin baik. Semoga selalu baik. Hehe iya gitu lah alhamdulillah masih sedikit-sedikit belajar sih. Semoga istiqomah yaah T.T . Mungkin kamu juga bisa memulai sedikit-sedikit, mungkin kamu juga bisa menemukan jati diri kamu yang sebenarnya, jadi apakah sebenarnya kamu selama ini.

      saya juga mau cerita, jadi sebenernya... ah entar aja deh lagi manasik.
      Inti komen aja dulu ya.

      Soal bahagia, iya sih kamu bener. bahagia itu gak ada yang "selamanya" seperti kata dongeng. Saya juga bahagia banget kalau lagi kumpul sama keluarga, pulang kampung adalah salah satu bahagia terbesar buat saya, tapi pulang kampung itu gak selamanya. Saya harus balik lagi ke Bekasi buat kerja, dan itu gak bikin bahagia -setidaknya untuk saat ini.

      Dulu juga saya pikir orang lain kelihatan bahagia, saat mereka liburan seneng-seneg saya cuman tiduran di kamar gelap nge-lovin foto mereka, saya pikir bahagia harus seperti mereka. Tapi saya tidak bisa seperti mereka dan itu malah bikin saya makin terpuruk. Itulah jaman jahiliyah bagi saya.

      Yang jadi tujuan saya adalah bagaimana membuat setiap kegiatan atau kejadian dalam hidup saya jadi bahagia, karena bahagia itu kita ciptakan sendiri. Susah sih gak kaya ngomongnya yang gampang, saya juga lagi belajar dan kadang pelajaran yang saya terima itu sulit banget. Kadang masih ada rasa gak ikhlas dalam hati. Tapi konon katanya, kalau kita udah punya "kunci bahagia" itu sendiri, dalam situasi tersulit apapun kita akan terus menemukan kebahagian dalam hati. Saya kepengen punya kunci itu. Harus punya!!

      Oiaah udah bubar tuh manasiknya mau bungkus dulu buat di rumah heheheh

      Hapus